Di dalam dunia konstruksi, tidak jarang dijumpai rancangan yang dibuat oleh arsitek mengalami banyak perubahan dan penyesuaian, bahkan sampai melenceng dari intensi rancangan. Hal tersebut biasanya disebabkan tidak lain di antaranya karna kurangnya koordinasi pihak-pihak yang terlibat dalam proyek, kondisi lapangan yang tidak memungkinkan, dan bahkan anggaran yang tersedia. Oleh karena itu, sebagai seorang profesional penyedia layanan jasa arsitek sebaiknya melandasi rancangannya dalam koridor pemikiran yang situasional / situational thinking, dalam arti bahwasanya dalam proses menghasilkan rancangan perlu juga didasarkan pada pertimbangan kondisi proyek secara keseluruhan, sehingga sudut deviasi yang terjadi antara hasil rancangan dan aktualisasinya dapat ditekan sekecil mungkin.
Sebagai salah satu contoh kecil penerapan situational thinking misalnya ketika seorang pengguna jasa arsitek memiliki keterbatasan anggaran dalam proyeknya, penyedia jasa arsitek akan membuat rancangan yang tidak terlalu rumit sehingga hasil rancangan akan bisa diaktualisasikan dengan mudah sesuai dengan intensi rancangannya. Begitu juga sebaliknya, apabila pengguna jasa memiliki anggaran yang lebih untuk bisa dialokasikan ke dalam rancangan, perlu menginformasikan kepada penyedia jasa arsitek, sehingga proses eksplorasi rancangan bisa lebih optimal sampai ke tingkat detail terkecil.
Pada akhirnya, tidak ada hasil rancangan yang "maksimal" yang ada hanyalah rancangan yang "optimal", karna ketika kita berbicara tentang rancangan, kita akan berbicara tentang mempertemukan berbagai aspek dalam satu middle ground.